Pages

Share

Bangunan-bangunan Religius Indah di Semarang

Saturday 23 May 2015

Pagoda Buddhagaya Watugong

Vihara Buddhagaya Watugong adalah sebuah Vihara yang diresmikan pada 2006 lalu dan dinyatakan MURI sebagai pagoda tertinggi di Indonesia. Vihara Buddhagaya Watugong terletak 45 menit dari pusat Kota Semarang. Vihara ini memiliki banyak bangunan dan berada di area yang luas.

Salah satu ikon yang paling terkenal di vihara ini adalah Pagoda Avalokitesvara (Metta Karuna), dimana didalamnya terdapat Buddha Rupang yang besar. Pagoda Avalokitesvara yang memiliki tinggi bangunan setinggi 45 meter dengan 7 tingkat, yang bermakna bahwa seorang pertapa akan mencapai kesucian dalam tingkat ketujuh.

Masjid Masjid Agung Jawa Tengah

Masjid Agung Jawa Tengah adalah masjid yang terletak di Semarang, provinsi Jawa Tengah, Indonesia.
Masjid ini mulai dibangun sejak tahun 2001 hingga selesai secara keseluruhan pada tahun 2006. Masjid ini berdiri di atas lahan 10 hektare. Masjid Agung diresmikan oleh Presiden Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono pada tanggal 14 November 2006.

Masjid Agung Jawa Tengah dirancang dalam gaya arsitektural campuran Jawa, Islam dan Romawi. Diarsiteki oleh Ir. H. Ahmad Fanani dari PT. Atelier Enam Jakarta yang memenangkan sayembara desain MAJT tahun 2001. Bangunan utama masjid beratap limas khas bangunan Jawa namun dibagian ujungnya dilengkapi dengan kubah besar berdiameter 20 meter ditambah lagi dengan 4 menara masing masing setinggi 62 meter ditiap penjuru atapnya sebagai bentuk bangunan masjid universal Islam lengkap dengan satu menara terpisah dari bangunan masjid setinggi 99 meter.

Daya tarik lain dari masjid ini adalah Menara Al Husna atau Al Husna Tower yang tingginya 99 meter. Bagian dasar dari menara ini terdapat Studio Radio Dais (Dakwah Islam). Sedangkan di lantai 2 dan lantai 3 digunakan sebagai Museum Kebudayaan Islam, dan di lantai 18 terdapat Kafe Muslim yang dapat berputar 360 derajat. Lantai 19 untuk menara pandang, dilengkapi 5 teropong yang bisa melihat kota Semarang. Pada awal Ramadhan 1427 H lalu, teropong di masjid ini untuk pertama kalinya digunakan untuk melihat Rukyatul Hilal oleh Tim Rukyah Jawa Tengah dengan menggunakan teropong canggih dari Boscha.

Masjid Besar Kauman

Masjid Besar Kauman Semarang adalah sebuah masjid yang berada di Semarang. Dahulu masjid ini bernama Masjid Agung Semarang sesuai dengan nama yang tertulis di gerbang Masjid dan tertulis di fasad depan masjid. Tulisan dengan aksara arab cukup besar, namun masyarakat lebih mengenal masjid ini dengan sebutan Masjid Besar Kauman Semarang.

Letak Masjid Besar Kauman Semarang tadinya berdiri megah di depan alun alun kota Semarang. Namun kemudian sejak tahun 1938 alun alun tersebut beralih fungsi menjadi kawasan komersil yaitu dengan adanya Pasar Johar , Pasar Yaik, gedung BPD dan Hotel Metro yang kemudian menjadi area Kawasan Perdagangan Johar. Masjid Besar Kauman Semarang kini terjepit di antara bangunan bangunan tinggi yang mengepungnya. Masjid Kauman ini beralamat di Jl. Alun-alun Barat Nomor 71 Semarang. Sekarang Masjid Kauman atau Masjid Besar Semarang letaknya tidak lagi berada dalam wilayah Kampung (Kelurahan) Kauman, tetapi masuk dalam wilayah Kelurahan Bangunharjo Semarang Tengah.

Masjid Raya Baiturrahman

Masjid Raya Baiturrahman Semarang merupakan sebuah masjid yang terletak di Semarang, Indonesia. Masjid ini dibangun pada tahun 1968 dan selesai pada tahun 1974. Pembangunan Masjid Raya Baiturahman dimulai pada 10 Agustus 1968 dengan ditandai pemasangan tiang pancang untuk pondasi masjid sebanyak 137 buah. Masjid diresmikan oleh Presiden Soeharto pada 15 Desember 1974. Keberadaan masjid ini hingga sekarang menjadi kebanggaan warga Semarang, apalagi lokasinya berada di Simpang Lima yang merupakan pusat kota Semarang. Bangunan masjid berbentuk limasan dan berdiri di atas lahan seluas 11.765 m2. Saat ini Masjid Raya Baiturrahman tidak hanya berfungsi sebagai tempat ibadah dan wadah berkumpulnya umat, melainkan juga pusat dakwah Islam. Di kompleks tersebut juga berkembang pesat lembaga pendidikan TK-SD H Isriati 1.

Klenteng Sam Poo Kong

Kelenteng Gedung Batu Sam Po Kong adalah sebuah petilasan, yaitu bekas tempat persinggahan dan pendaratan pertama seorang Laksamana Tiongkok beragama islam yang bernama Zheng He / Cheng Ho. Terletak di daerah Simongan, sebelah barat daya Kota Semarang. Tanda yang menunjukan sebagai bekas petilasan yang berciri keislamanan dengan ditemukannya tulisan berbunyi "marilah kita mengheningkan cipta dengan mendengarkan bacaan Al Qur'an".

Disebut Gedung Batu karena bentuknya merupakan sebuah Gua Batu besar yang terletak pada sebuah bukit batu, orang Indonesia keturunan cina menganggap bangunan itu adalah sebuah kelenteng - mengingat bentuknya memiliki arsitektur bangunan cina sehingga mirip sebuah kelenteng. Sekarang tempat tersebut dijadikan tempat peringatan dan tempat pemujaan atau bersembahyang serta tempat untuk berziarah. Untuk keperluan tersebut, di dalam gua batu itu diletakan sebuah altar, serta patung-patung Sam Po Tay Djien. Padahal laksamana cheng ho adalah seorang muslim, tetapi oleh mereka di anggap dewa. Hal ini dapat dimaklumi mengingat agama Kong Hu Cu atau Tau menganggap orang yang sudah meninggal dapat memberikan pertolongan kepada mereka.

Kelenteng Tay Kak Sie

Tay Kak Sie (Hanzi: 大覺寺, pinyin: Da Jue Si) adalah suatu klenteng yang terletak di kawasan jalan Gang Lombok Kota Semarang. Klenteng yang didirikan pada tahun 1746[1] ini pada awalnya hanya untuk memuja Yang Mulia Dewi Welas Asih, Kwan Sie Im Po Sat. Klenteng ini kemudian berkembang menjadi klenteng besar yang juga memuja berbagai Dewa-Dewi Tao.

Nama Tay Kak Sie tertulis pada papan nama besar di pintu masuk Kelenteng, dengan catatan tahun pemerintahan Kaisar Dao Guang (Too Kong dalam bahasa Hokkian) 1821 - 1850 dari Dinasti Qing (Cing dalam bahasa Hokkian) adalah nama yang berarti "Kuil Kesadaran Agung".

Gereja Blenduk

Gereja Blenduk (kadang-kadang dieja Gereja Blendug dan seringkali dilafazkan sebagai mBlendhug) adalah Gereja Kristen tertua di Jawa Tengah yang dibangun oleh masyarakat Belanda yang tinggal di kota itu pada 1753, dengan bentuk heksagonal (persegi delapan). Gereja ini sesungguhnya bernama Gereja GPIB Immanuel, di Jl. Letjend. Suprapto 32. Kubahnya besar, dilapisi perunggu, dan di dalamnya terdapat sebuah orgel Barok. Arsitektur di dalamnya dibuat berdasarkan salib Yunani. Gereja ini direnovasi pada 1894 oleh W. Westmaas dan H.P.A. de Wilde, yang menambahkan kedua menara di depan gedung gereja ini. Nama Blenduk adalah julukan dari masyarakat setempat yang berarti kubah. Gereja ini hingga sekarang masih dipergunakan setiap hari Minggu. Di sekitar gereja ini juga terdapat sejumlah bangunan lain dari masa kolonial Belanda.

No comments:

Post a Comment

 

Obyek Wisata Padang

Most Reading

Tags